Fenomena ini sngat unik dan langka terjadi, karena ternyata matahari bisa punya cincin yang indah berwarna pelangi layaknya planet saturnus.
Fenomena halo (lingkaran cahaya) alam seperti ini, sebelumnya juga
pernah/sering terjadi di berbagai daerah dibelahan bumi ini, seperti di
Bandung dan Jakarta, terjadi pada tanggal 27 September 2007 (
info disini);
di Sumatra Barat, tanggal 30 September 2009, setelah peristiwa
gempa, fenomena optik ini berlangsung selama 2 minggu, dan diwaktu malam
juga terjadi bulan purnama dengan cincinnya; di Tawau dan Pahang
Malaysia juga pernah terjadi pada tahun 2008; di German pada tanggal 12
Desember 2004 terjadi fenomena “Halo” Bulan; bahkan fenomena halo
Matahari ini sering juga terjadi di benua Eropa dan Amerika, 2 kali
dalam seminggu.
Berikut adalah gambar-gambar yang berhasil diambil oleh teman-teman di kantor saat kejadian tersebut:
Bagaimana Hal ini Bisa Terjadi?
Halo, dalam bahasa dan tulisan Latin ἅλως, juga disebut sebagai
nimbus atau gloriole. Merupakan fenomena optik yang menampilkan bentuk
cincin di sekitar sumber cahaya. Di alam biasanya kita lihat saat bulan
purnama atau saat matahari terang di siang hari.
Fenomena tersebut terjadi akibat refleksi dan refraksi cahaya
matahari/bulan oleh kristal-kristal es yang terdapat di awan cirrus,
awan yang terletak di tingkatan atmosfer yang disebut troposfer, sekitar
5-10 km dari permukaan bumi.
Halo adalah fenomena optikal berupa lingkaran cahaya di sekitar
sumber cahaya Matahari atau Bulan. Fenomena Halo adalah
lingkaran seperti pelangi yang mengelilingi matahari. Halo adalah
fenomena yang lebih sering terjadi di langit.

Pada umumnya halo melibatkan putaran radius
22° halo dan
sundogs
(Parhelia). Dalam gambar diatas, menunjukan matahari di kelilingi oleh
22° halo dan dilambungi (sisi) oleh sundogs. Parhelic circle adalah
biasan cahaya kristal yang melepasi sundogs dan mengelilinginya.
Kadangkala ia melapisi keseluruhan ruang langit dalam latitut yang sama
dengan matahari. Pembinaan tangen ketinggian dan rendah (Upper Tangent
arc and Lower Tangent arc) menyentuh secara terus dengan 22° halo sama
ada di atas atau dibawah matahari. Pembuatan Lengkungan (Circumzenithal
arc) akan terjadi di atas kristal tersebut.
Radius 22° gerhana matahari tidak kelihatan. Ia seperti helaian yang
berlapis-lapis atau habuk pada permukaan awan cirrus yang nipis. Awan
ini sejuk dan mengandung kristal es walaupun pada iklim yang sangat
panas.
Gerhana matahari sangat besar, selalu mempunyai diameter yang sama
dalam posisinya di langit. Kadang-kadang hanya sebagian saja yang
muncul. Semakin kecil cincin cahaya yang terbias muncul mengelilingi
matahari atau bulan, dihasilkan oleh corona dari lebih banyak tetesan
air daripada dibiaskan oleh kristal es, hal ini bukan berarti
menunjukkan bahwa hujan akan turun.

Saat awan cirus hanya merefleksikan dan merefraksikan cahaya
matahari, biasanya halo yang terbentuk hanya cincin yang tak berwarna.
Namun jika pada sudut yang tepat, bisa terjadi juga dispersi sehingga
cincin yang terjadi juga berwarna seperti halnya pelangi. Contoh
refraksi yang sederhana adalah saat anda melihat sedotan dalam gelas
berisi air terlihat patah, atau permukaan dasar kolam yang terlihat menjadi lebih dekat ke permukaan daripada yang sebenarnya.
Refleksi yang terjadi saat cahaya melewati titik air, es atau kristal
yang transparan hanya terjadi pada sudut tertentu saja. Sudut ini
ditentukan oleh index refraksi medium tersebut. Contoh sederhana saat
kita melihat akuarium pada sudut tertentu kaca akuarium yang tembus
pandang tiba-tiba menjadi cermin, memantulkan bayangan isi akuarium.
Pada gambar dibawah ini, juga terlihat adanya halo pada cahaya lampu di daerah yang bersalju:
Fenomena Halo, Fenomena Biasa
Prakirawan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
Susi Susiana, menyebutkan bahwa fenomena halo merupakan fenomena biasa
yang bisa terjadi di seluruh muka bumi.
Bulatan halo di langit terbentuk karena adanya reaksi optik ketika
sinar matahari dibiaskan kristal-kristal air pada lapisan awan tipis
cirrus.
“Fenomena alam itu lumrah dan bisa terjadi di mana saja, seperti
pelangi mengelilingi matahari atau bulan. Sama sekali tidak ada
kaitannya dengan cuaca,” kata Susiana saat menghadiri Peringatan Hari
Meteorologi Dunia ke-60 tahun 2010 di Lembang Kabupaten Bandung.
Ia menyebutkan, fenomena halo mungkin jarang terjadi di daerah tropis, namun di belahan bumi Eropa fenomena itu sering terjadi.
Halo, selain terjadi dalam bentuk lingkaran penuh dengan bagian
pinggir berbingkai warna pelangi, juga bisa terjadi dalam lingkaran
separuh dengan pusat pada cahaya matahari.
Susiana menyebutkan, bila ingin melihat halo, kedua mata harus dilindungi dari pancaran sinar matahari.
“Jangan sesekali terlalu lama memandang halo, kalau perlu memakai
kacamata hitam atau tiga dimensi, hindari kilauan pada kaca atau
cermin,” katanya.
Khusus bagi mereka yang hendak mengambil foto dengan menggunakan
kamera single lens reflex (SLR), sebaiknya tidak langsung membidik
melalui kotak bidik ke arah halo, karena cahaya matahari akan masuk ke
dalam lensa fokus dan bisa merusak retina mata.
Merenungi Fenomena Matahari
Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Asy-Syams ayat 1 – 10, yang artinya:
- Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
- Demi bulan ketika mengiringinya,
- Demi siang ketika menampakkannya,
- Demi malam ketika menutupinya,
- Demi langit dan (Allah) yang membangunnya,
- Demi bumi dan (Allah) yang menghamparkannya,
- Demi jiwa dan (Allah) yang menyempurnakannya,
- Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa kefasikan dan ketakwaan,
- Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,
- dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya,
Bila kita baca dan renungkan ayat-ayat pendek surat Asy-Syams
tersebut, terasa ada nuansa ”psiko-astronomis” (kalau boleh disebut
demikian) yang sangat kuat. Allah bersumpah untuk menjadi perhatian
hamba-hamba-Nya dengan menyebut fenomena-fenomena astronomis yang
diakhiri dengan fenomena kejiwaan.
Banyak makna bisa diungkap dari fenomena astronomis itu yang mungkin
jarang kita renungkan untuk menyucikan jiwa kita. Misalnya, matahari
sesaat setelah terbit yang disebut di awal surat.
Matahari di kaki langit tampak lebih besar daripada ketika berada di
atas kepala. Padahal, ukuran piringan matahari itu tidak berubah, selain
efek refraksi atmosfer yang menyebabkannya tampak sedikit lonjong.
Besarnya sekitar setengah derajat atau kira-kira setengah lebar ujung
telunjuk bila direntangkan ke depan sepanjang lengan.
Pola pikir manusia yang bersifat nisbi menyebabkan kesan besarnya
matahari di kaki langit. Ketika itu matahari tampak besar karena
dibandingkan dengan latar depan pepohonan, bangunan, atau benda lainnya
yang tampak kecil di kejauhan. Demikianlah, jiwa manusia cenderung
merasa diri besar, kuat, kaya, pandai, atau terhormat karena
membandingkannya dengan yang kecil, lemah, miskin, bodoh, atau jelata.
Matahari ketika tengah hari tampak kecil karena dibandingkan dengan
langit yang luas. Demikian pula pola pikir yang nisbi akan membawa kita
sampai pada kesimpulan diri kita kecil, lemah, miskin, bodoh, atau
terhina bila kita menyadari ada yang lebih besar, lebih kuat, lebih
kaya, lebih pandai, dan lebih terpuji.
Itulah ”psiko-astronomis” fenomena matahari. Memang, fenomena alam
dengan proses spesifik yang disebut di dalam Surat Asy-Syams kaya akan
pelajaran untuk direnungkan. Matahari sebagai objek sentral pada empat
ayat pertama tampaknya dijadikan perlambang untuk perenungan.
Matahari memberikan sinar pada bulan yang mengiringinya sehingga
manusia bisa menentukan penanggalan qamariyah. Matahari memberikan
cahaya terang dan kehangatan pada siang hari sehingga manusia bisa
beraktivitas. Matahari bersembunyi di balik horizon pada malam hari agar
manusia bisa beristirahat.
Perenungan fenomena alam semestinya membimbing kearah penyucian jiwa,
menyadari kenisbian manusia. Sifat dan sikap takabur merupakan pengotor
jiwa yang bisa muncul dalam bentuk sikap otoriter, diskriminatif, dan
menindas.
Imam Ghozali pernah berpesan, jadilah Muslim seperti matahari. Ia
bersinar karena kualitas pribadinya. Dan ia mampu menerangi dan
menghangatkan sekitarnya. Mampu memberi manfaat bagi masyarakatnya.
Referensi:
- Sumiyanta, Vienny, terima kasih photo-photonya (11.06.2010).
- Fenomena halo, http://wikimedia.org,
- Fenomena halo warnai hari meteorologi (23.03.2010), http://antaranews.com,
- Merenungi fenomena matahari (11.09.2007),,, http://id.shvoong.com,